Temuan terbaru menunjukkan bahwa resistensi atau kekebalan parasit malaria mulai ditemukan di Asia Tenggara. Di Indonesia, peneliti belum menemukan parasit yang benar-benar kebal namun mulai menunjukkan respons yang terlambat.
Dipublikasikan di jurnal Nature, resistensi parasit malaria terhadap obat malaria artemisinin mulai ditemukan di Kamboja. Di wilayah lain yang berbatasan dengan negara tersebut, ditemukan pula kasus-kasus malaria yang terlambat merespons pengobatan. Bagaimana dengan Indonesia?
"Belum ditemukan adanya resistensi. Yang ditemukan, ada beberapa kasus yang late response atau respons yang terlambat," kata Leily Trianty, peneliti dari Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI) usai dipromosikan sebagai doktor di bidang biomedis di Ruang Senat FKUI, Senin (23/12/2013).
Leily mengatakan pengobatan ACT (Artemicyn Combination Therapy) hingga kini dinilai masih menjadi pilihan yang paling maksimal untuk mengobati malaria. Kombinasi tersebut masih dipertahankan dengan memastikan pasien menggunakan obat tersebut sesuai anjuran.
Adanya beberapa kasus late response pada pengobatan malaria dengan ACT di Indonesia juga diakui oleh Dra Rintis Noviyanti, PhD, Kepala Laboratorium Malaria Patogenesis Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Menurutnya, gejala yang mengarah pada resistensi mulai tampak dan harus diwaspadai.
"Kemungkinan (untuk kebal) ada. Kita lihat dari gejalanya, kalau biasanya diobati dalam 7 hari sembuh sekarang ada yang baru sembuh di hari ke-10 atau hari ke-12. Dengan begitu, parasit akan semakin terseleksi untuk membentuk resistensi," kata Rintis.
Data WHO tahun 2011 menunjukkan lebih dari 70 persen dari 1,8 miliar penduduk Asia Tenggara punya risiko terinfeksi malaria. Dilaporkan pula, 458 juta orang tinggal di daerah dengan angka kejadian malaria melebihi 1 kasus per 1.000 orang per tahun.
Di Indonesia sendiri, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan bahwa pada periode 2009-2010 ada 22,9 kasus baru per 1 juta penduduk. Lima provinsi dengan kasus paling tinggi adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, dan Kepulauan Bangka Belitung.
sumber : health.detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar